Melirik Budidaya Maggot Milik M Atok Sultoni



Tidak Perlu Perawatan Khusus, Pakan Cukup dari Sampah Organik Rumah Tangga


MADIUN – Bagi sebagian orang maggot mungkin menjijikkan. Namun, tidak bagi M Atok Sultoni. Larva dari lalat tentara hitam atau Black Soldier Fly (BSF) tersebut malah membuahkan beragam manfaat. Karenanya, warga Jalan Gegono Manis G1 Kelurahan Manisrejo itu mulai membudidayakan maggot sejak 2019 silam. 


‘’Jadi maggot ini biarpun larvanya lalat tetapi berbeda dengan lalat hijau atau lalat kebanyakan yang suka hinggap di tempat kotor kemudian membawa penyakit. Lalat BSF ini istilahnya lalat priayi. Siklus hidupnya hanya 45 hari dan lalat dewasa hanya minum air,’’ katanya, Rabu (18/1).


Karenanya cukup sulit menemukan Lalat BSF ini di alam terbuka. Kebanyakan lalat biasa. Namun, lalat ini suka bertelur di kandang. Karenanya, larva dari lalat ini kemudian juga biasa disebut ulat kandang. Lalat ini berbentuk lebih ramping dan bertubuh panjang. Atok menyebut maggot atau larva dari Lalat BSF ini memiliki banyak kemanfaatan. Maggot dewasa biasanya untuk pakan ayam, burung, ikan, dan lain sebagainya. Bagi pemancing, maggot juga untuk campuran pellet. 


‘’Tapi saat ini sudah dikemas kering atau dry maggot juga. Biasanya untuk pakan piaran kelas sultan. Seperti ikan arwana dan lain sebagainya,’’ ungkap pemilik Omah Maggot Madiun itu. 


Atok biasa menjual dry maggot Rp 12 ribu per 100 gram. Sedang, fresh maggot juga berkisar Rp 12 ribu perkilogram. Semakin kecil maggot harganya semakin mahal. Selain jumlahnya semakin banyak, kandungan protein dalam maggot muda juga lebih banyak. Selain itu, dirinya juga sudah bekerja sama dengan rekanan untuk membuat pupuk organik berbahan maggot. Ada juga prebiotic untuk hewan. 


‘’Produk olahan maggot sekarang sudah beragam. Bahkan, ada juga pasta maggot,’’ terangnya. 


Atok memulai budidaya maggot ini karena ingin menghemat biaya pakan ternak ayam yang lebih dulu dijalankannya. Dia memang punya usaha ternak ayam. 70 persen biaya operasional ternak unggas ada pada pakannya. Karena itu, dia mencari cara mencari pakan pengganti hingga ketemu maggot. Informasi tersebut didapat dari salah seorang temannya. Dia lantas mencari referensi tambahan di internet dan akhirnya memberanikan diri untuk mencoba. 


‘’Karena menemukan lalatnya sulit, jadi saya pancing dengan membuat egis atau tempat telur. Saya taruh di sekitar kandang ayam. Ternyata benar ada yang bertelur di situ,’’ jelasnya sembari menyebut bisa menghemat 20 persen biaya pakan usai juga membudidaya maggot.


Egis yang dibuat juga cukup sederhana. Yakni, dari sejumlah papan kayu kecil ukuran 3x15 centimeter yang diikat jadi satu. Agar memberikan cukup ruang di selanya, papan kecil itu ditanami paku payung. Atok menyebut kalau sela terlalu longgar, lalat enggan bertelur di sana. Sementara kalau terlalu sempit, lalat juga tidak bisa bertelur. Untuk memancing agar lalat datang, dia menaruh buah-buahan dengan bau cukup menyengat seperti pisang di bawahnya. 


‘’Dari telur itu ternyata menetas jadi maggot. Kemudian mulai pembesaran dan kemudian sebagian kecil saya biarkan jadi pupa atau kepompong untuk kemudian jadi lalat dewasa,’’ terangnya. 


Lalat dewasa itu kemudian ditempatkan dalam insektarium. Pun, hanya sederhana. Dari bahan paranet. Namun, harus diberi atap agar tidak kehujanan. Lalat BSF suka habitat yang panas. Karenanya, insektarium baiknya di luar ruang. Namun, saat pembesaran maggot harus di dalam ruangan. Siklus hidup lalat di tempat Atok sudah jalan. Artinya, tinggal menempatkan pada posisi sesuai siklus lalatnya.


Lalat dewasa dalam insektarium tersebut akan kawin. Setelah kawin, pejantan akan mati. Sedang, tiga hari kemudian, betina bertelur, setelahnya sang betina juga mati. Satu betina biasanya menghasilkan 360 sampai 400 telur. Karenanya, dalam insektarium itu juga disiapkan egis atau tempat telur. Egis diperiksa setiap dua hari sekali. Saat terlihat adanya telur, egis diambil untuk dipindahkan dalam wadah kecil. Bisa menggunakan loyang. Egis dibiarkan menggantung dan di bawahnya sudah disiapkan makanan untuk baby maggot. 


‘’Biasanya saya beri konsentrat. Kalau tidak ada ya sisa roti tapi harus dihaluskan. Maggot yang menetas akan langsung jatuh tepat di makanan itu,’’ jelasnya. 


Seminggu kemudian, baby maggot siap dipindah ke tempat pembesaran. Tempatnya juga sederhana. Bisa berbentuk kotak-kotak berbahan apa saja. Mulai triplek, bekas banner, cor, atau seng. Maggot berperan sebagai pengurai. Segala macam sisa makanan organik bisa diurai maggot. Jadi bisa menjadi pembersih sisa rumah tangga. Mulai sayur, buah, sisa nasi, dan lain sebagainya. Bahkan, Atok kerap mendapat kiriman sisa parutan kelapa dari tetangganya. 


‘’Inilah mudahnya budidaya maggot. Karena dia berfungsi sebagai pengurai, semuanya organik bisa masuk. Bayangkan kalau ini dijalankan satu lingkungan, bukankah lingkungan juga jadi bersih dari sampah,’’ ungkapnya. 


Dari baby maggot sampai siap panen biasanya membutuhkan waktu 15-25 hari. Sebagian maggot dibiarkan menjadi pupa atau kepompong. Maggot tua atau pupa berwarna coklat. Itu disisihkan dalam wadah khusus. Kemudian ditempatkan dalam insektarium dan dibiarkan menetas di sana, dan begitu seterusnya.


‘’Alam itu sebenarnya sudah mendesain dirinya sendiri agar tetap seimbang. Termasuk maggot yang mungkin bentuknya menjijikkan tetapi memiliki peran besar dalam ekosistem. Bayangkan kalau tidak ada hewan pengurai di bumi ini,’’ jelasnya. 


Sisa pupa atau kepompong dan lalat yang mati biasanya dikumpulkan dan dilembutkan untuk kemudian menjadi pupuk. Begitu juga kotoran atau hasil penguraian dari maggot yang mengandung sumber hara tinggi. Atok menyebut budidaya maggot sangat tepat jika dibarengi dengan usaha bidang lain. Seperti budidaya ikan, ternak ayam, atau perkebunan. Karena, bisa saling mendukung satu sama lainnya. 


‘’Setidaknya ada dua fungsi yang didapat. Pertama, dari segi ekonomi dan kedua dari segi sosial. Setidaknya lingkungan jadi bersih karena sampah bisa terurai,’’ pungkasnya. (ney/agi/madiuntoday)