Pedagang Dukung Pemkot Tertibkan Praktik Jual-Beli Kios dan Los Pasar
MADIUN – Langkah tegas Pemkot Madiun menertibkan praktik jual-beli kios dan los pasar tradisional benar-benar dirasakan pedagang. Tidak sedikit dari mereka mendukung pemkot memberangus oknum yang mengkomersilkan aset negara untuk keuntungan pribadi.
Salah seorang pedagang yang tak ingin disebutkan namanya mengaku keberatan jika harus membayar sewa kepada pemilik Surat Izin Penempatan (SIP) kios atau los. Sebab, dia harus membayar sewa Rp 9 juta per tahun.
‘’Rp 9 juta itu belum termasuk biaya retribusi. Saya harus bayar tarif retribusi Rp 2,9 juta,’’ ungkap N, pedagang di kios Pasar Mojorejo itu.
Dia menyebut sudah 12 tahun menempati kios Pasar Mojorejo. Selama itu pula harus membayar sewa kepada pemilik SIP per tahunnya. Dengan penertiban yang dilakukan pemkot, dia berharap tidak ada lagi praktik jual-beli kios dan los. Sehingga, pedagang berjualan tanpa harus terbebani biaya sewa tambahan di luar tarif retribusi.
‘’Saya mendukung karena kalau bayar tahunan langsung ke pemkot bisa jadi lebih murah,’’ harapnya.
Meski begitu, perasaan lega para pedagang tersebut juga bercampur rasa gelisah. Mereka khawatir tidak dapat melanjutkan berjualan di kios tersebut. Padahal, sudah terlanjur membayar sewa kepada pemilik SIP kios.
‘’Sebenarnya antara khawatir dan senang. Semoga ada kebijakan terbaik dari Pak Wali Kota (Dr. Maidi, Red) untuk para pedagang seperti saya,’’ ucapnya.
Senada dengan N, salah seorang pedagang berinisial K juga menaruh harapan terhadap langkah penertiban yang dilakukan pemkot. Dia membayar Rp 16 juta per tahun untuk dua kios yang ditempatinya kepada pemilik SIP kios.
Sebelum adanya penertiban, dia tidak mengetahui jika retribusi sewa kios ke pemkot tak sebesar itu. Artinya, selama ini biaya sewa di luar retribusi ke pemilik SIP selama berjualan 10 tahun tidak masuk ke negara.
‘’Saya baru tahu kalau menempati kios cukup bayar retribusi saja,’’ bebernya.
Terpisah, Kabid Pengelolaan Pasar Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Madiun Puguh Supardijanto menjelaskan, penyegelan kios dan los pasar tradisional dilakukan untuk menertibkan praktik jual-beli kios dan los pasar tradisional. Sebab, praktik tersebut sangat memberatkan pedagang dan merugikan pemkot. Selain itu, juga untuk memberikan asas kepastian kepada pedagang.
‘’Penertiban ini untuk melindungi pedagang yang menempati kios dan benar-benar aktif berdagang,’’ terangnya.
Sesuai Perda Nomor 9/2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Perwal Nomor 21/2015 tentang Pelaksanaan Perda Nomor 32/2011 tentang Retribusi Pelayanan Pasar, kata Puguh, besaran tarif retribusi telah ditentukan berdasarkan tiga kelas pasar. Untuk kelas I, misalnya. Tarif retribusi sebesar Rp 600 per meter persegi per harinya.
Ambil contoh, kios paling besar pasar kelas I berukuran 4x3,75 meter atau 15 meter persegi. Retribusi yang harus dibayar sekitar Rp 3,2 juta per tahun. Besaran itu ditambah biaya sampah Rp 200 per hari atau 72.000 per tahun.
‘’Kasihan juga pedagang yang bertahun-tahun membayar biaya lebih mahal dari tarif retribusi,’’ ujarnya.
Dia menambahkan, pedagang yang saat ini aktif berdagang dan menempati kios tidak perlu khawatir. Puguh meyakini akan ada kebijakan terbaik untuk memfasilitasi pedagang agar tetap berjualan. Yang pasti, SIP tidak akan dikembalikan kepada oknum yang memperjualbelikan kios.
‘’Kebijakan pimpinan pasti memperhatikan pedagang yang benar-benar berdagang. Pedagang tidak perlu khawatir,’’ pungkasnya.
(rams/nael/ggi/madiuntoday)