Mengenal Edo Adityo, Pelukis Disabilitas Kota Madiun Sukses Dirikan Galeri dan Gelar Pameran Tunggal, Karyanya Juga Dipamerkan di Galeri Nasional



MADIUN – Keterbatasan fisik tak jadi penghalang bagi Edo Adityo untuk berkarya. Meski berada di kursi roda dan kekurangan dalam hal bicara, Edo mampu menghasilkan beragam karya lukis jempolan. Bahkan karyanya banyak dibeli kolektor-kolektor lukisan. Pemilik Galery Indigo Art Space ini juga dikenal dengan karya lukisan bernuansa makhluk spiritual. Seperti apa?


Di dunia seni lukis Kota Pendekar, nama Edo Adityo sudah cukup familiar. Pelukis muda asal Kota Madiun ini mencuri perhatian banyak orang karena gaya ekspresionisnya yang kuat. Maklum, dia adalah seorang difabel sekaligus anak indigo. Kemampuannya menangkap hal-hal nonfisik seringkali dituangkannya dalam lukisan bergaya abstrak dan makhluk-makhluk spiritual. Karena itu juga, nama indigo dipakai untuk galeri yng didirikannya bersama sang ibu. 


‘’Nama Indigo diambil dari karakternya sebagai anak indigo yang kerap menghadirkan bentuk-bentuk spiritual dan simbolik dalam lukisannya,’’ kata Lusiana, ibu Edo, saat ditemui, Selasa (7/10).


Galery Indigo Art Space berada di jalan Dr. Sutomo No. 15A Madiun.  Di sana, terpampang puluhan karya-karya Edo. Tak hanya ruang berkarya, galeri sekaligus tempat bagi publik menikmati hasil imajinasi pria 40 tahun itu. Galeri yang dibuka sejak 2017 ini terbuka bagi masyarakat yang ingin memamerkan karyanya. 


Lahir pada 19 Februari 1985, Edo kecil sudah akrab dengan kuas dan coretan. Tembok rumah dan meja belajar menjadi kanvas pertamanya. Melihat potensi itu, Lusiana mendatangkan guru melukis ke rumah. Namun, pendekatan realis yang diajarkan justru membuat Edo merasa tertekan. Dia baru menemukan jati dirinya ketika bertemu guru yang membebaskannya berekspresi. Sejak itulah, gaya ekspresionis childist Edo mulai tumbuh bebas, penuh emosi, dan menyentuh.


 “Mulai melukisnya 2006, sejak kecil Edo memang suka corat coret di tembok, di meja. Gambar yang biasanya dilukis Edo adalah wayang karena dia suka sekali wayang. Dia juga suka bunga dan malaikat,” kenang sang ibu.


Perjalanan profesional Edo dimulai pada tahun 2014. Saat itu Edo mulai ikut pameran bersama. Tak disanga banyak respon positif. Edo pun menggelar pameran tunggal di Kasongan, Yogyakarta, selang dua tahun kemudian. Pameran tunggal itu menjadi tonggak penting dalam kariernya. Dukungan ibunya menjadi kunci di balik keberaniannya tampil di dunia seni. Kini karya-karyanya telah dipamerkan di berbagai kota besar. Bahkan lukisannya pernah dipamerkan di Galeri Nasional Jakarta. Tidak berhenti sampai disitu, Edo juga sudah menggelar pameran tunggal keduanya. Kala itu berlangsung di Hotel Aston Kota Madiun. 


‘’Melukis bukan sekadar hobi, tapi kebutuhan batin. Lewat lukisan, Edo bisa bercerita. Satu lukisan jika moodnya bagus bisa dia kerjakan dalam waktu 2-3 hari berukuran besar. Pokoknya harus ada kanvas dan cat karna Edo melukisnya tidak mengenal waktu,” cerita Lusiana.


Kini, lebih dari 180 karya telah dia hasilkan. Peminat lukisan Edo banyak yang berasal dari luar kota seperti Surabaya, Yogyakarta dan Solo. Dari ruang kecil di Madiun, Edo membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukan halangan untuk berkarya dan memberi warna baru bagi dunia seni rupa Indonesia. (bip/rat/agi/madiuntoday)