Sarah Anabarja, Sosok Inspiratif dari Kota Madiun



Kuliah S3 Gratis di Taiwan, Dapat Uang Saku Hingga Rp 10 Juta Sebulan 


MADIUN – Bisa mengenyam pendidikan di universitas ternama, dapat uang saku pula. Siapa yang tidak tertarik. Seperti yang dijalani Sarah Anabarja, PhD. Muslimah dari Kota Madiun ini baru saja menamatkan kuliah S3-nya di National Chengchi University (NCCU) Taiwan. Sudah begitu selama empat tahun berkuliah di sana, Sarah yang dulu bertempat tinggal di Jalan Pesanggrahan Kelurahan Taman tersebut juga mendapat uang saku 20 ribu New Taiwan Dollar (NT$) atau sekitar Rp 10 juta sebulan. 


‘’Ini tinggal menunggu ijazah saja. Insyaallah bulan depan sudah balik ke tanah air,’’ kata Sarah saat dihubungi melalui via Whatsapp, Selasa (17/1).


Sarah memang masih di Taiwan. Dia sudah tinggal di sana sejak 2017 lalu. Sebelum berkuliah, perempuan 36 tahun itu lebih dulu menjadi peneliti selama setahun. Menariknya, program riset tersebut juga gratis dan dibayar pula. Bahkan jauh lebih tinggi. Sarah mendapatkan uang bulanan sebesar 50 ribu NT$ atau Rp 25 juta sebulan selama melakukan penelitian. Dari program tersebut, Sarah tidak hanya mendapatkan ilmu dan pengalaman baru. Namun, juga bisa menabung dari menyisihkan uang saku. 


‘’Sebenarnya ada banyak program beasiswa seperti itu. Yang terpenting rajin-rajin mencari informasi dan jangan mudah menyerah,’’ ungkap alumnus SMAN 3 Kota Madiun itu.


Untuk mendapatkan beasiswa seperti Sarah memang tidak mudah. Setidaknya, Sarah pernah gagal mendapatkan program tersebut sebelumnya. Sarah pernah mendaftar dua program itu di 2016 namun keduanya gagal. Sang suami yang malah lebih dulu berhasil mendapatkan beasiswa pada 2017 tersebut. 


Sarah tak menyerah. Dia mencoba lagi. Program riset maupun beasiswa itu memang nyaris ada setiap tahunnya. Sarah akhirnya berhasil mendapatkan dana riset yang digelar Kementerian Luar Negeri Taiwan pada 2017 itu. Artinya, dia dan suami sama-sama berangkat ke Taiwan. Sang suami menjadi mahasiswa sementara dirinya sebagai peneliti. 


‘’Jadi setelah sudah di sana, saya baru mencoba lagi yang program beasiswa di NCCU itu dan Alhamdulillah berhasil masuk pada 2018 lalu. Kalau yang riset itu program Kemenlu Taiwan, tapi yang beasiswa di NCCU itu program Kementerian Pendidikan Taiwan,’’ jelasnya sembari menyebut International Doctoral Program in Asia-Pacific Studies (IDAS) merupakan program studi yang diikutinya.


NCCU, katanya, merupakan salah satu universitas terbaik di Taiwan khususnya untuk bidang sosial-politik. Karenanya, masuknya juga tak mudah. Pun, tidak murah. Dalam jurusannya, hanya ada tiga mahasiswa dari tanah air di satu angkatan. Lainnya dari berbagai negara Asia dan juga Amerika serta Eropa. Untuk biayanya, sampai Rp 36 juta persemester kalau jalur biasa. Beruntung, Sarah masuk dari jalur prestasi dan mendapat beasiswa. Jadi dia gratis biaya semesteran sampai empat tahun.


‘’Itu belum biaya lain-lain. Hanya SPP saja. Untungnya dapat beasiswa jadi semuanya gratis dan masih dapat uang saku bulanan,’’ ungkapnya senang. 


Sarah juga menjadi asisten dosen khusus untuk mata kuliah Bahasa Indonesia. Bahkan, pada saat masih menjadi peniliti di 2017 tersebut, dia juga mengajar di Universitas Terbuka (UT) di Taiwan. UT memang memiliki cabang di luar negeri. Mahasiswanya para Pekerja Migran Indonesia (PMI). Menjadi dosen memang bukan hal baru bagi Sarah. Sebelumnya, dia menjadi dosen di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ‘’Veteran’’ Surabaya jurusan Hubungan Internasional. Sarah memang alumnus Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair) untuk S1 dan S2. 


‘’Syarat untuk mendapatkan beasiswa maupun dana riset ini kebanyakan sama. Ada semcam proposal permohonan atau riset yang diajukan. Nah, kita harus jeli dan lihai menyakinkan pemberi dana ini kalau kita itu layak mendapatkan program itu,’’ terangnya. 


Seperti saat pengajuan dana riset tersebut. Sarah mengajukan riset penelitian terkait hubungan diplomasi level daerah. Misalnya, Kota Surabaya dengan kota di Taiwan yang selevel atau yang memiliki banyak kesamaan. Mulai dari level perekonomian, luasan wilayah, jenis barang-barang produksi yang dihasilkan, dan lain sebagainya. Riset hubungan diplomasi level daerah tersebut diakui Sarah belum banyak yang mengulas. Pun, ada banyak manfaat yang bisa pemerintah Taiwan dapat dari hasil riset. 


‘’Jadi kalau saya, ya lebih jeli saja memilih tema dan kira-kira itu memang perlu dan dibutuhkan sang pemberi dana,’’ ujarnya. 


Sarah menyebut masih banyak program dan beasiswa serupa ke depan. Itu baru di Taiwan. Belum dari berbagai negara lain. Dia juga pernah program serupa di Belanda pada 2012 silam. Namun, itu hanya hitungan bulan seperti kuliah pendek. Karenanya, dia mengimbau kepada mereka yang ingin berkuliah gratis di luar negeri untuk tidak putus asa. Gagal bukan alasan untuk menyerah. Khususnya para pelajar dari Kota Pendekar. 


‘’Pendidikan memang tidak menjamin kesuksesan seseorang. Namun, melalui pendidikan setidaknya membuka banyak pintu peluang menuju kesuksesan,’’ pungkasnya. (dok. sarah/agi/madiuntoday)