Mengenal Fenomena Rojali-Rohana, Cermin Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat



Mengenal Fenomena Rojali-Rohana, Cermin Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat


MADIUN - Belakangan ini, media sosial diramaikan oleh istilah unik yang mencuri perhatian warganet yakni Rojali dan Rohana. Dua istilah ini kerap terdengar di pusat perbelanjaan dan dianggap mewakili perilaku yang sering ditemui di tengah masyarakat perkotaan.


Rojali merupakan singkatan dari rombongan jarang beli sekelompok orang yang datang ke mal atau pusat perbelanjaan dalam jumlah besar, tetapi hanya berjalan-jalan, melihat-lihat, berfoto, atau menikmati fasilitas gratis tanpa melakukan transaksi. Mereka biasanya menghabiskan waktu di area publik seperti food court atau spot foto Instagramable, memanfaatkan Wi-Fi gratis, bahkan mencoba tester produk, namun jarang benar-benar membeli.


Sementara itu, Rohana adalah istilah “pasangan” Rojali. Meski maknanya belum baku, warganet kerap menafsirkannya sebagai rombongan hanya nanya-nanya, rombongan hanya narsis, atau rombongan hanya nongkrong saja.


Fenomena ini bukan sekadar guyonan internet. Menurut para pelaku usaha, tingginya kunjungan Rojali dan Rohana tak selalu berbanding lurus dengan penjualan. Meski mal tampak ramai, omzet tenant bisa saja stagnan.


Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Madiun, Abdul Aziz, menyebut perilaku Rojali dan Rohana selaras dengan tren pergeseran pola konsumsi warga. Banyak orang datang ke toko fisik hanya untuk melihat barang, mencoba ukuran, atau membandingkan model namun akhirnya membeli di marketplace.


“Calon pembeli kini lebih suka membandingkan harga di toko fisik lalu membeli secara online. Harga di platform digital cenderung lebih murah karena penjual tidak terbebani biaya sewa toko, ditambah promo seperti bebas ongkir,” ungkap Aziz, Jumat (15/8).


BPS mencatat, perubahan ini dipicu oleh rasionalisasi pengeluaran masyarakat kelas menengah di tengah tekanan ekonomi. Konsumen semakin selektif, mencari kualitas terbaik dengan harga serendah mungkin.


“Mereka hanya lihat-lihat dulu, lalu beli secara online jika memang lebih hemat. Ini bukan hal negatif, melainkan bukti konsumen makin cerdas,” tambahnya.


Fenomena Rojali dan Rohana menunjukkan bahwa mal kini tak lagi sekadar tempat belanja, tetapi juga ruang rekreasi publik. Dengan fasilitas nyaman, pendingin ruangan, dan banyaknya spot foto gratis, pengunjung bisa menghabiskan waktu berjam-jam tanpa mengeluarkan banyak uang.


Ditambah dorongan budaya media sosial yang memotivasi orang untuk sekadar “nongkrong” dan membuat konten, pusat perbelanjaan kini berfungsi ganda: sebagai etalase barang dan sekaligus studio foto gratis.


Namun, bagi pelaku usaha, tren ini menjadi tantangan tersendiri. Meski pengunjung ramai, strategi pemasaran harus beradaptasi dengan pola konsumsi baru dimana keputusan belanja sering kali terjadi di ruang digital, bukan di kasir toko.

(Rams/kus/madiuntoday)