Ramai di Dunia Maya, Sepi di Dunia Nyata? Psikiater Ungkap Penyebabnya
MADIUN - Di tengah kemajuan teknologi dan kemudahan berkomunikasi lewat gawai serta media sosial, banyak orang justru merasa semakin kesepian. Fenomena “terhubung tapi terasing” ini kini menjadi sorotan para ahli kesehatan jiwa.
Psikiater Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ, Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Marzoeki Mahdi, menjelaskan kesepian muncul saat ada ketidaksesuaian antara kondisi sosial seseorang dengan perasaan di dalam dirinya.
“Kalau kita di tempat ramai, seharusnya tidak kesepian. Tapi sekarang orang berkumpul tanpa benar-benar berkomunikasi,” ujarnya dikutip dari Kompas.com.
Menurutnya, banyak orang hadir secara fisik namun secara mental menarik diri. Mereka lebih sibuk memotret, mengunggah, dan menunggu respons dari dunia maya ketimbang berbicara dengan orang di depan mata. “Yang mereka tunggu justru reaksi virtual, bukan interaksi nyata,” tambahnya.
Dirinya menilai kebiasaan ini menunjukkan hilangnya mindfulness atau kesadaran penuh terhadap momen yang dijalani. Bahkan hal sederhana seperti makan pun sering dilakukan tanpa dinikmati. “Kita sibuk memotret makanan sampai dingin, padahal lupa menghargai rasa dan aromanya,” katanya.
Fenomena ini disebutnya sebagai bentuk withdrawal, yaitu menarik diri dari komunikasi nyata meski berada di tengah keramaian. “Kita mengisolasi pikiran dan komunikasi kita, sehingga makin jauh dari hubungan yang bermakna,” jelasnya.
Jika dibiarkan, kebiasaan tersebut bisa membentuk pola hidup tidak sehat dan membuat seseorang kehilangan kemampuan berinteraksi secara mendalam dengan orang lain.
dr. Nova menyebut Generasi Z sebagai kelompok yang paling rentan, karena sejak kecil sudah terbiasa hidup di dunia digital. “Bagi digital native, dunia virtual memang sudah habitatnya. Mereka tidak pernah merasakan komunikasi yang benar-benar hangat,” tuturnya.
Akibatnya, banyak anak muda merasa ada yang hilang dalam hubungan sosial mereka, meski tak tahu apa yang sebenarnya kurang. “Ada rasa tidak puas terhadap kualitas interaksi antar manusia,” imbuhnya.
Untuk mengatasinya, dr. Nova menekankan pentingnya pelatihan life skill seperti mengelola emosi, membuat keputusan, dan menghadapi stres sejak dini. Keterampilan ini membantu generasi muda menjalin hubungan sosial yang lebih sehat dan sadar.
“Kesepian sering kali tidak terlihat. Ia bisa hadir di tengah tawa dan unggahan media sosial. Mengenalinya adalah langkah pertama untuk kembali terhubung bukan hanya dengan orang lain, tapi juga dengan diri sendiri,” pungkasnya.
(rams/kus/madiuntoday)