Hujan Guyur Kota Madiun di Tengah Musim Kemarau, BMKG Peringatkan Cuaca Ekstrem Selama Agustus



MADIUN — Hujan mengguyur Kota Madiun pada Senin (4/8) malam, menyisakan genangan di sejumlah titik dan membuat warga bertanya-tanya ke mana musim kemarau. 


Ternyata, Fenomena ini bukan tanpa penjelasan. Meski seharusnya sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki kemarau sejak April, nyatanya hujan masih terus terjadi hingga awal Agustus. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa kondisi cuaca memang masih sangat dinamis dan tak menentu.


“Awal Agustus ini, sejumlah wilayah masih berpotensi mengalami hujan lebat bahkan ekstrem. Kondisi atmosfer yang labil menyebabkan awan hujan mudah terbentuk,” tulis BMKG dalam laman resminya. 


Menurut BMKG, aktivitas Gelombang Rossby Ekuator di selatan Indonesia dan adanya sirkulasi siklonik di Samudra Hindia barat Sumatera menjadi pemicu utama hujan yang mengguyur banyak wilayah, termasuk Madiun. Kombinasi ini memicu penumpukan massa uap air yang memperbesar peluang hujan deras, meski kalender menunjukkan musim kemarau.


Di sisi lain, beberapa wilayah justru mengalami cuaca panas ekstrem. Data pantauan satelit Himawari-9 per 30 Juli 2025 menunjukkan peningkatan titik panas (hotspot) indikasi awal kebakaran hutan dan lahan terutama di Kalimantan (22 titik), Sumatera (9 titik), dan Sulawesi (2 titik).


BMKG mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada menghadapi kondisi cuaca yang kontradiktif ini: sebagian wilayah dilanda hujan lebat, sementara wilayah lain terancam kekeringan dan karhutla.


“Kondisi ini menuntut kewaspadaan ganda. Risiko kekeringan meningkat di satu sisi, sementara hujan ekstrem masih terjadi di sisi lain,” tulis BMKG.


Sebelumnya BMKG juga telah memutakhirkan prediksi musim kemarau 2025. Hasilnya menunjukkan bahwa awal musim kemarau bergeser lebih lambat dari normal, terutama di wilayah Jawa dan Bali–Nusa Tenggara.


Di Jawa, awal kemarau yang semula diperkirakan mulai April akhir atau Mei awal, kini mundur menjadi akhir Mei hingga awal Juni. Meski begitu, puncak musim kemarau tetap diprediksi berlangsung pada Juli hingga Agustus 2025, termasuk di Jawa Timur.


Namun karena durasi kemarau diperkirakan lebih pendek dibanding tahun-tahun sebelumnya, potensi curah hujan masih akan muncul secara sporadis hingga akhir bulan ini.


Melihat tren cuaca yang berubah cepat dan tak menentu, masyarakat diminta untuk tetap waspada dan tidak menganggap enteng potensi bencana. Intensitas hujan yang tinggi bisa memicu banjir lokal, sementara cuaca panas ekstrem tetap menjadi ancaman serius bagi kawasan rentan kebakaran.


BMKG mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat agar rutin memantau prakiraan cuaca harian, memperhatikan peringatan dini dari instansi resmi, serta menyiapkan langkah antisipatif baik untuk risiko banjir maupun karhutla. 

(Rams/kus/madiuntoday)