Cerita Dhanang Dhanardana, Juara 1 Festival Dalang Anak Tingkat Nasional 2024




MADIUN – Usianya memang masih belia. Masih 13 tahun. Namun, prestasinya sudah sampai di level nasional. Dialah Dhanang Dhanardana yang baru saja meraih Juara 1 Festival Dalang Anak Tingkat Nasional 2024. Dhanang yang berangkat bersama perwakilan Jawa Timur itu berhasil menjadi yang terbaik di kelompok umur 12-15 tahun. Bagaimana ceritanya?

Perawakan Dhanang Dhanardana memang tidak terlalu besar. Maklum, remaja yang tinggal di Jalan Perintis Kemerdekaan Gang 3 Nomor 12 itu masih cukup belia. Masih 13 tahun. Kendati begitu, suaranya cukup menggelegar dan berat. Ya, dia memang seorang dalang. Suara itu terus dilatih hingga seperti dalang pada umumnya. Dia bukan sembarang dalang anak. Dhanang baru saja memenangi Festival Dalang Anak Tingkat Nasional November lalu.

‘’Kalau undangan dari provinsi itu sekitar Agustus. Kalau persiapan kita di Oktober,’’ kata Yogi Danan Priyo Utomo, ayah Dhanang, Selasa (31/12).

Dhanang memang satu dari lima dalang terbaik tingkat Jawa Timur. Tak heran, Pemprov Jawa Timur turut memilihnya untuk berangkat ke Jakarta mengikuti Festival Dalang nasional itu. Dia memang tidak sendiri. Ada juga dalang anak lainnya dari Ponorogo, Ngawi, Mojokerto, dan Lamongan. Yogi menyebut, total ada 28 peserta. Ya memang tidak semua daerah mengirimkan wakilnya. Dhanang berhasil menjadi yang terbaik untuk Pekeliran Padat Gaya Surakarta.

‘’Wayang itu kan punya banyak gaya. Nah, yang dimainkan Dhanang kemarin itu gaya Surakarta,’’ ujarnya.

Festival Dalang Anak merupakan kegiatan rutin tahunan yang digelar Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi). Untuk 2024 digelar pada 6 November lalu di Taman Mini, Jakarta. Dhanang membawakan lakon Aburing si Emprit Kaji. Lakon itu bercerita tentang Raden Palasara yang peduli pada alam dan lingkungan. Naskah cerita yang dibawakan memang hasil kreasi sendiri. Begitu juga dengan musik karawitan pengiringnya.

‘’Cerita yang disajikan, pesan yang ingin disampaikan harus relevan atau cocok kalau dibawakan anak-anak. Garap lakon ini termasuk salah satu penilaian,’’ ungkapnya.

Selain itu, penilaian juga dari karawitan pedalangan yang meliputi dodogan, keprakan, dan titi laras. Ada juga dari segi sabet yang meliputi semua gerak-gerik boneka wayang beserta bayangannya. Yogi menyebut sabet wayang tidak hanya pada saat urusan kelincahan memainkan wayang pada saat membawakan cerita peperangan. Semua gerakan wayang merupakan sabet.

‘’Jadi seorang dalang itu harus bisa mengekspresikan wayang itu dalam emosi senang, sedih, marah, dan lainnya bukan hanya dari suara tetapi juga dari gerakan,’’ terangnya.

Tak heran, Dhanang dan tim perlu persiapan ekstra. Maklum, berbicara soal pagelaran wayang memang tak bisa berangkat seorang diri. Ada tim pengrawit yang mengiringi. Apalagi, semua cerita hasil kreasi sendiri. Bukan cerita wayang yang sudah ada. Tak heran, ada delapan orang pengrawit dalam rombongan tersebut. Selebihnya, dibantu pengrawit dari panitia di sana. Yogi memang tak bisa datang secara full time karena keterbatasan biaya.

‘’Kita berlatih sempat harus beberapa kali pindah karena keterbatasan tempat. Bahkan, sempat sampai berlatih di tempat teman di daerah Kebonsari,’’ jelasnya.

Dhanang memang harus memahami naskah dengan berbagai karakter yang disajikan. Belum lagi harus menghafal pembicaraan atau dialog wayang yang dimainkan. Kemudian harus mencari gerakan yang pas dengan iringan serta menata aransemen karawitan itu sendiri. Yogi menyebut semua proses dilaksanakan selama Oktober lalu.

Yogi memang seorang dalang. Tak heran, keahlian Dhanang memaikan wayang didapat dari sang ayah. Dhanang sudah akrab dengan kesenian wayang sedari kecil. Bahkan, dia sudah tampil pada saat TK dan memenangkan lomba tingkat kota di kelas 1 SD. Beranjak kelas 2, Dhanang masuk lima Dalang Anak terbaik provinsi Jawa Timur 2021 lalu. Saat ini, Dhanang duduk di kelas 6 SDN 05 Madiun Lor.

‘’Sewaktu masih bayi, kalau dengar suara wayang pasti jadi tidak tidur. Makanya kalau lihat wayang di tv suara kita pelankan agar Dhanang tidak dengar,’’ cerita Yogi yang alumnus STKI Solo (sekarang ISI Solo) itu. (dspp/agi/madiuntoday)