Konsep Slow Bar Dan Starling, Tren Generasi Z Memulai Bisnis Kopi




Harga Kaki Lima, Rasa Bintang Lima

MADIUN – Belakangan ini, kopi semakin identik rutinitas kehidupan sehari-hari masyarakat modern, khususnya perkotaan. Tingginya angka permintaan pun menyebabkan semakin menjamurnya coffee shop yang mengusung berbagai konsep menarik dan Instagramable.

Namun, dibalik konsep ‘wah’ dari sebuah coffee shop tentunya membutuhkan modal besar. Untuk itu, sejumlah anak muda ini mencoba peruntungan dengan menyajikan kopi dengan cara dan harga yang lebih merakyat. Tapi, tetap mengutamakan rasa yang nikmat.

Salah satunya seperti Rian Ardi, owner Pilgrim Coffee Slow Bar. Bermodalkan sebuah sepeda motor matic, pemuda 22 tahun itu menyajikan kopi ala kafe dengan cara yang lebih sederhana.

‘’Ingin merintis coffee shop tapi modalnya belum cukup. Selain itu juga agar beda dari angkringan yang sudah terlalu banyak. Karenanya mengusung konsep slow bar dan mematok harga kopi yang lebih murah,’’ ujarnya saat ditemui Senin (20/2) malam.

Sehari-hari, Rian menggelar lapak di Jalan Bogowonto. Selain motor, dia juga memanfaatkan sebuah kotak kayu. Di dalamnya terdapat manual presso, grinder bean, ketel, milk jug, dripper French press, kompor lapangan, dan berbagai sirup.

Dibuka mulai pukul 21.00 hingga 03.00, Rian menerapkan strategi khusus untuk menarik pelanggan. Misalnya, menjadikan pelanggan sebagai teman ngobrol yang asyik. Juga, menggunakan konsep pay later bagi pelanggan. ‘’Untuk Wi-Fi ikut Kota Pendekar. Senang bisa berinteraksi dengan pelanggan. Dukanya kalau pas hujan saja karena terpaksa tutup,’’ tuturnya.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Davina Shafa (19) dan Mila Eka (20). Untuk merintis bisnis kopi, dua remaja putri itupun mengusung konsep Starbucks keliling (starling) di Jalan Jawa atau Pahlawan Street Center.

Dengan modal sekitar Rp 700 ribu, keduanya berjualan 28 jenis minuman di atas motor. Menurutnya, bisnis starling cukup nyaman karena modalnya kecil dan memudahkan mobilisasi.

‘’Rata-rata 100 cup per malam. Mulai jam setengah 8 sampai jam 3 pagi,’’ ungkap owner Kopi Nyenuk itu.

Davina dan Mila pun sepakat bahwa pembangunan kota yang signifikan turut mengerek bisnis mereka. Seperti trotoar yang lebar, payung, dan Wi-Fi yang kencang. Sehingga, pelanggan merasa lebih nyaman.

Selain itu, dua gadis yang tinggal di Jalan Halmahera itu menerapkan strategi agar lebih akrab dengan pelanggan. Salah satunya, menggunakan panggilan ‘bolo’ untuk konsumen.

Meski perempuan, keduanya mengaku tidak khawatir. ‘’Karena pelanggannya teman-teman sendiri,’’ ucapnya.

Davina dan Milla pun berharap bisnisnya bisa berkembang dengan menambah lebih banyak unit. Serta, bisa membuka kedai kopi sendiri.

Konsep slow bar dan starling pun rupanya semakin dilirik konsumen. Salah satunya seperti diungkapkan oleh Farid Sayoga. Warga Kelurahan Mojorejo itu mengaku senang dengan kedua konsep itu karena lebih merakyat.

‘’Harganya lebih miring meski rasanya tidak jauh beda dengan coffee shop,’’ tandasnya. (WS Hendro/irs/madiuntoday)