.Berburu Peta Lorong Tua



Ruang Satu 

Perjalanan panjang lagi. Minggu (14/5) malam, saya bersama pak Ketua Dewan dan sejumlah pejabat pemerintah terbang ke Belanda. Kami menempuh sekitar 17 jam perjalanan udara. Ya, perjalanan ke negara-negara Eropa rata-rata memang di atas 15 jam dengan sekali transit. Saya pernah ke Jenewa, Swiss sebelumnya. Juga dengan pak Ketua Dewan. Bahkan, ada pak wakil ketua juga pada waktu itu. Lama perjalananmua segitu juga. 

17 jam memang bukan waktu sebentar. Berada di pesawat selama belasan jam tentu akan membosankan. Karenanya ada banyak yang saya lakukan selama perjalanan. Salah satunya, menyusun rencana kerja selama di negeri Kincir Angin tersebut. Kunjungan kali ini dijadwalkan selama sepekan. Rencananya saya dan rombongan sudah tiba di tanah air pada, Minggu (21/5) mendatang. 

Saya tidak sendiri. Selain rombongan dari Kota Madiun, ada juga rombongan dari daerah lain. Layaknya Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Kota Madiun juga tergabung dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI). Jaringan ini didirikan pada 25 Oktober 2008 di Solo. Pendirinya bapak Joko Widodo yang kala itu menjabat sebagai Wali Kota Solo. Jaringan ini sebagai wadah bagi kota-kota yang mempunyai perhatian terhadap pelestarian dan sejarah perkotaan. Sampai tahun 2023 JKPI sudah beranggotakan 73 kota/kabupaten. Tentu salah satunya, kota kita tercinta, Kota Pendekar Madiun. 

Tetapi sharing cities ke Belanda ini tidak semua anggota turut. Setidaknya, ada Wali Kota Bogor, Wali Kota Palernbang, Wali Kota Semarang, Wali Kota Surakarta, Wali Kota Bukittinggi, Wali Kota Ternate, Wali Kota Sawahlunto, Wali Kota Singkawang, Bupati Siak, Wali Kota Salatiga, Wali Kota Malang, dan Bupati Bangka Barat. Kita bersama-sama membawa satu misi besar. Yakni, mempertajam pembangunan kota berkelanjutan dengan spirit tetap mengedepankan warisan budaya lokal dan pengembangan pariwisata kawasan kota dan kabupaten.

Kita tahu semua daerah memiliki sejarah masing-masing. Bahkan, tidak sedikit yang saling beririsan. Misalnya karena sama-sama pernah dipimpin jenderal yang sama era kolonial. Tak heran, ada banyak barang peninggalan yang sama. Nah, ini merupakan satu potensi luar biasa. Ada nilai sejarah, edukasi, dan juga ekonomi. Pengembangan wisata tentu tidak jauh dari peningkatan perekonomian. Siapa tahu, kota kita bisa berkembang bersama dengan daerah sekitar. Banyak yang datang dan meningkatkan perekonomian. 

Itu baru satu kemanfaatan. Padahal kita membawa banyak urusan. Ada sejumlah pertemuan dan tempat yang kita kunjungi. Setidaknya, kita akan melakukan pertemuan dengan Wali Kota Amsterdam dan Roterdam. Selain itu, tentu kita juga bertemu Duta Besar RI di sana. Kita rencananya juga akan mengunjungi sejumlah tempat. Di antaranya Universitas Lieden, Arsip Nasional Belanda, Koninklijk Instituut voor Taal-, hingga Land-en Volkenkunde (KITLV). Ada juga yang berupa pameran. Bedanya, ini yang pameran kita. Kita pamerkan produk lokal kita di Belanda. Artinya, kunjungan ini sebagai sarana promosi potensi kita. 

Dari sejumlah agenda itu, kunjungan ke kantor Arsip Nasional Belanda. Sebab, saya membawa misi sendiri. Saya ingin menelusuri arsip peta kota kita di waktu dulu. Peta waktu pembangunan era Belanda dulu. Era kolonial dulu, pemerintahan Hindia Belanda banyak membangun tempat di Kota Madiun. Kabarnya, sejumlah tempat itu terhubung melalui lorong khusus. Lorong bawah tanah tua itu lah yang sedang kita cari. Informasinya lorong di jantung kota itu menjadi penghubung sejumlah titik vital pemerintahan. Di antaranya, Balai Kota, Bakorwil, titik 0 Kilometer simpang empat Tugu, juga Kodim dan rumah tahanan militer. 

Kita, generasi sekarang tentu kesulitan mencari letak pastinya. Makanya, Saya ingin menelusuri kebenaran lorong tersebut. Salah satunya, dengan menelusuri arsip petanya. Saya optimis peta itu ada di negeri Belanda. 

Kalau posisinya diketahui, kita jadi lebih mudah untuk bertindak. Jadi tidak asal membongkar untuk mencari lorong tersebut. Apalagi, saat ini sudah penuh dengan bangunan. Mungkin juga melewati permukiman warga. Karenanya, letak dan posisi lorong harus jelas dulu. Saya serius ingin menghidupkan lorong tua itu kembali. Semoga saja benar adanya. Lorong itu ada. 

Kalau ada, sebagian orang mungkin menilainya horor atau mistis. Tetapi bagi saya itu adalah potensi. Siapa yang tidak penasaran. Siapa yang tidak ingin tahu lebih dalam konstruksi pembangunan era kolonial. Ini bisa menjadi sarana edukasi Sekaligus peningkatan ekonomi. Kalau lorong itu ada, akan kita fungsikan menjadi tempat wisata. Kita kasih penerangan disepanjang lorongnya. Jadi kita hilangkan kesan seramnya. Seperti halnya rencana pembangunan rumah tahanan militer dan juga Bosbow. RTM akan kita bangun menjadi café ala kolonial. Kalau lorong itu tembus ke sana, wisatawan bisa langsung menuju tempat makan dan minum. 

Sedangkan, Bosbow akan kita sulap seperti Istana Bogor. Nanti difungsikan sebagai museum pertahanan. Baik TNI maupun Polri. Keduanya memang terkesan angker dan menyeramkan saat ini. Namun, setelah dibangun pasti akan berbeda. Akan kita hidupkan suasana seperti aslinya dulu. Hal-hal di Kota Madiun yang terkait dengan era kolonial tentu arsipnya ada di Belanda. Apalagi, tempat-tempat yang dibangun oleh pihak Belanda. Saya akan banyak bertanya. Keseriusan saya bukan tanpa sebab. Saya menilai lorong tersebut merupakan aset berharga. Entah seperti apa pemanfaatannya dulu, lorong bisa menjadi daya tarik wisata. Lorong bakal disulap jadi tempat yang menarik sekaligus sarana edukasi. Tentu saja dengan ditambah penerangan dan lain sebagainya. Ini tergantung keberadaan arsip peta itu. Saya akan berburu peta lorong tua itu di Belanda. Ini demi kota kita. Kota Madiun tercinta. 


Penulis adalah Wali Kota Madiun Drs. H. Maidi, SH, MM, M.Pd