Ikon ke Sembilan
Ruang Satu
Sudah sepekan ini saya berada di negari Paman Sam. Tepat hari Minggu lalu, saya bertolak ke Amerika Serikat bersama sejumlah kepala daerah yang lain. Saya bersama tiga kepala daerah yang lain tengah menjalani kegiatan program Certified Senior Eksekutif Study dalam bidang Regional and Urban Development Strategy. Lawatan luar negeri yang ini merupakan undangan dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) dan INADATA Consulting. Salah satu fokusnya pada "Membangun Ekonomi yang Berdaya Saing: Aspek Institusi dan Partnership Pemerintah dan Swasta dalam memajukan Usaha Kecil dan Menengah. Program ini diimplementasikan dalam studi lapangan dan perkuliahan yang menggandeng Georgetown University.
Namun, tentu ada banyak kegiatan yang lain. Selain ilmu akademis yang didapat, saya juga menganalisa dan memperhatikan hal-hal positif yang ada di sini untuk dibawa pulang dan diterapkan di kota kita tercinta. Harapannya tentu agar kota kita bisa bertransformasi menjadi kota yang maju mendunia. Setiap hal baru saya amati benar. Entah itu bangunan, kondisi jalan, taman, rambu-rambu, dan lain sebagainya. Setiap pagi sebelum menjalani agenda yang sudah dijadwalkan saya manfaatkan untuk berkeliling. Seperti saat berada di Washington, D.C. Saya menginap di Hotel Hyatt Regency on Capitol Hill. Setiap hari pasti keluar hotel untuk berolahraga pagi. Selama dua hari saya sudah jalan sekitar 30 kilometer. Setidaknya begitu yang tertulis di jam tangan saya. Sambil jalan sambil merekam untuk kota kita.
Saya perhatikan kota kita sekilas tidak jauh berbeda. Namun, memang harus terus kita tingkatkan. Khususnya soal kebersihan dan tata kotanya. Di sini semuanya bersih. Jalanan bersih, tamannya bersih, sungai dan danau juga bersih. Saya ingin kota kita juga seperti itu. Kemudian, di sini tidak ada area yang tidak termanfaatkan. Semuanya ditanami tanaman dan pepohonan. Ada juga yang bunga. Jadi benar-benar tidak ada tanah yang terlihat. Paling tidak pasti berumput. Tetapi bukan rumput liar. Tetapi rumput yang dirawat. Artinya tidak ada sejengkal tanahpun yang tidak tertanami. Saya ingin kota kita juga seperti itu.
Dari kunjungan ini juga membuka sejumlah ide baru. Salah satunya, rencana pembangunan miniatur Monumen Nasional (Monas) di Kota Madiun. Pembangunan Monas yang berangkat dari CSR Hotel Ibis itu awalnya berada di tengah pertigaan Jalan Kolonel Marhadi atau tepat di selatan Alun-alun. Namun, lokasinya saya rubah. Saya tempatkan di tengah Alun-alun. Itu setelah melihat Monument Washington, D.C. Saya lihat penataannya bagus. Berada di tengah taman yang luas. Kenapa kita tidak menerapkan yang seperti itu untuk di kota kita. Kemarin, sudah saya instruksikan kepada OPD terkait yang menangani untuk memindahkan lokasi pembangunan miniatur Monas tersebut. Mumpung belum mulai dikerjakan. Biarpun begitu, pembangunan Monas ditargetkan tahun ini.
Memang banyak tempat yang saya kunjungi selama di sana. Apalagi, saya bertemu dengan salah dua anak didik saya dulu. Ya, saya bertemu Ian Badawi bersama istri dan anaknya. Pasangan suami istri tersebut merupakan alumni SMAN 2 Kota Madiun. Tepatnya, saat saya menjabat sebagai kepala sekolah di sana. Ian setidaknya sudah 17 tahun di Washington, D.C. Mulai dari kuliah hingga bekerja di sana. Anak-anaknya juga lahir di sana. Meski sudah belasan tahun di sana, dia mengaku masih rutin pulang ke tanah air setiap tiga empat tahun sekali.
Saya tidak mengira dia sudi datang jauh-jauh menemui saya. Ya, tempat tinggalnya di Chesterfield negara bagian Virginia. Dengan hotel tempat saya menginap jaraknya 100 kilometer lebih. Itu sama seperti Madiun-Solo. Saya juga tidak meminta dia datang. Dia mengaku mendengar kabar kunjungan saya di Amerika Serikat dari sesama teman SMAN 2 yang berada di Kota Madiun. Entah bagaimana dia bisa mendapatkan nomor pendamping saya di sini. Komunikasi pun terjalin dan akhirnya kita ketemuan. Saya beruntung didatangi Ian dan keluarganya itu. Jadi seperti punya pemandu. Lokasi yang pertama saya kunjungi adalah Masjid Indonesia IMAAM Center di kota Silver Spring negara bagian Maryland. Masjid tersebut merupakan hibah dari Pemerintah Indonesia kepada Amerika Serikat untuk memfasilitasi WNI di sana. Menurut Ian, hibah tersebut pada era Presiden SBY. Ian menyebut setiap kali pejabat tanah air ke sana, pasti akan singgah di masjid tersebut. Tidak hanya berkunjung, kita juga melaksanakan Salat Maghrib di sana.
Kalau tidak terbiasa mungkin akan aneh. Waktu maghrib di sana sekitar pukul 20.30. Ya, matahari baru mulai tenggelam di jam itu. Selisih waktu dengan di tanah air juga cukup jauh. Sekitar 11 jam. Itu juga sedikit menyulitkan koordinasi saya dengan OPD di Kota Madiun. Saya pernah melaksanakan rapat via zoom hampir tengah malam di sini. Itu karena menyesuaikan waktu pagi di tanah air. Tak apa yang penting koordinasi jalan. Pekerjaan terselesaikan. Koordinasi dengan OPD memang intens saya laksanakan. Sebab, ada banyak pekerjaan. Selama saya di luar negeri, pekerjaan di Kota Madiun tetap harus berjalan. Pelayanan tetap harus dikedepankan.
Salah satunya, pembangunan ikon-ikon dunia di kota kita. Saat ini kita sedang membangun miniatur menara Jam Big Ben Inggris dan juga Kincir Angin Belanda. Letaknya, ada kawasan Sumber Umis sisi barat. Kemarin saat rapat via zoom juga saya tanyakan progresnya. Layaknya, pembangunan Monas, kedua ikon itu juga harus selesai tahun ini. Dengan tambahan ketiga ikon negara tersebut, setidaknya sudah ada delapan ikon di kota kita. Pertama kita sudah memiliki Patung Merlion Singapura pada Desember 2020 lalu. Setelahnya, kita bangun Musala Ka’bah Saudi Arabia serta Kampung dan Jembatan Eropa pada 2021. Tahun berikutnya, kita wujudkan Menara Eiffel Perancis dan lokomotif Shinkansen Jepang.
Setiap kunjungan harus bermanfaat. Lawatan saya di negeri Paman Sam ini sekaligus juga ingin menduplikasi Patung Liberty untuk di kota kita. Apalagi, setelah dari Washington saya bertolak ke New York. Lama perjalanannya sekitar lima jam. Ada sejumlah agenda di sana. Di sela itu saya mengunjungi tempat patung ikonik itu berada. Rencananya, juga akan kita buat serupa di Kota Madiun. Itu akan menjadi ikon dunia ke sembilan di kota kita. Apakah itu yang terakhir? Tentu tidak, sejumlah penambahan ikon masih cukup mungkin ke depan. Salah satunya, miniatur Piramida dari Mesir. Kota kita tidak boleh jalan di tempat. Harus terus bergerak maju. Hadirnya ikon-ikon baru ini diharap bisa semakin mendongkrak kota kita ke depannya.
Penulis adalah Wali Kota Madiun Drs. H. Maidi, SH, MM, M.Pd