Sarjana dari Penjara



Ruang Satu 

Beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan penghargaan dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Jawa Timur. Penghargaan ini atas dukungan sinergitas Pemerintah Kota Madiun terhadap pelaksanaan tugas-tugas pemasyarakatan di Kota Madiun. Penghargaan tersebut diberikan Kepala Kanwil Kemenkumham Jatim bapak Imam Jauhari bertepatan dengan tasyakuran Hari KemenkumHAM ke-78 di Lapas Pemuda Kelas II A Madiun, pertengahan Agustus lalu.

Menurut beliau, saya layak mendapat penghargaan itu lantaran dukungan dan sinergitas yang baik dengan Lapas di Kota Madiun. Salah satunya, program pemberdayaan dan peningkatan SDM untuk para penghuni. Sebelum penghargaan itu, memang saya pernah beberapa kali menjalin komunikasi dengan kepala Lapas. Salah satunyanya, dengan bapak Kadek Anton Budiharta, Kalapas Kelas 1 Madiun. Ada beberapa program yang mengemuka antara Pemerintah Kota Madiun dengan pihak Lapas. Salah satunya, terkait pendidikan untuk para narapidana. 

Ini program yang menarik. Saya minta untuk segera dipersiapkan. Sering saya katakan, bahwa dunia ini setiap detik setiap waktu selalu terjadi perubahan. Siapa yang tidak mengikuti perubahan akan tertinggal dan menjadi korban perubahan itu sendiri. Jangankan mereka yang sedang menjalani hukuman di Lapas. Masyarakat yang berada di luar pun bisa menjadi korban perubahan tersebut. Padahal, masyarakat di luar ini memiliki lebih banyak kesempatan dan waktu. Berbeda dengan mereka yang berada di balik jeruji besi. Semua akses dengan dunia luar dibatasi. Jangankan mengikuti perubahan, mengetahuinya saja mungkin kesulitan. Mereka banyak ketinggalan informasi. Apalagi, yang menjalani hukuman sampai bertahan-tahun lamanya. Dunia sudah banyak berubah tatkala mereka keluar. 

Makanya, saya langsung mengiyakan saat rencana program pendidikan untuk para napi tersebut mengemuka. Rencananya, mereka yang memenuhi syarat akan kita kuliahkan. Kita beri bantuan. Ini sejalan dengan program bantuan beasiswa mahasiswa (BBM) yang sudah berjalan beberapa tahun belakangan ini. Total kita memiliki 1.000 mahasiswa yang saat ini aktif menerima bantuan itu. 250 di antaranya dijadwalkan lulus tahun ini. Karenanya, ada 250 kuota BBM tahun ini. Kita bisa memanfaatkan itu untuk para napi tadi. Sudah saya minta untuk dilakukan pendataan. Saya inginnya semua napi yang berasal dari Kota Madiun bisa mendapatkan kesempatan itu.

Namun, informasi terakhir hanya ada 20 napi yang memenuhi syarat. Sebagian di antaranya tak memenuhi syarat karena masa hukumannya yang tak sampai empat tahun. Memang ada kekhawatiran kalau program tersebut tak tuntas tatkala mereka keluar dari penjara sebelum wisuda. Yang kedua tentu minimal harus memiliki ijazah SMA sederajat. Karenanya, kita pilihkan yang masih memiliki masa hukuman di atas empat tahun. Jumlahnya ketemu 20 napi tadi. Saat ini OPD terkait saya minta untuk terus berkoordinasi dengan Lapas. Pun, sudah ada pertemuan-pertemuan. Rencananya, kita menggandeng Universitas Terbuka atau UT. Teknisnya, juga sedang kita bahas. Apakah nanti secara daring atau dosennya yang mengajar di Lapas. Kalaupun secara daring, kita siap memberikan fasilitasnya. Kita punya laptop, jaringan internet, dan lainnya. 

Urusan itu bukan masalah. Yang penting, warga kota yang saat ini berstatus narapidana itu bisa mendapatkan pendidikan. Memang ada banyak program pengembangan keterampilan di Lapas. Mulai dari pertukangan, bengkel las, bahkan hingga kesenian. Tetapi itu semua tidak ada legal formalnya. Bahkan, sebatas sertifikat saja tidak ada. Tak heran, keterampilan mereka banyak yang kemudian tidak terpakai di dunia kerja. Kebanyakan perusahaan mensyaratkan legalitas atas skill yang dimiliki pencari kerja. Mereka kian tersudutkan karena status mantan napi yang disandangnya. Sementara melalui program ini akan berbeda cerita. Mereka bisa keluar dari penjara dengan mengantongi ijazah sarjana strata pertama. Ini luar biasa dan saya kira baru pertama di negara kita. 

Narapidana memang pernah melakukan kesalahan, tetapi bukan berarti tidak bisa menggapai masa depan. Melalui program bantuan perkuliahan ini kita ingin memberikan kesempatan yang sama kepada mereka untuk menggapai masa depannya. Hukuman tetap dijalani sebagai konsekuensi atas kesalahan yang dilakukan. Disamping itu, masa depan terus dipersiapkan. Jangan sampai keluar dari penjara hanya menjadi korban perubahan. Apalagi, kemudian malah dikucilkan dari masyarakat karena status mantan napi tersebut. Salah-salah, mereka bisa kembali membuat kesalahan. Kembali masuk ke rumah pesakitan. Tentu itu tidak kita inginkan. 

Kita berharap mereka bisa kembali ke jalan yang benar. Kembali memulai kehidupan normal. Mengantongi ijazah sarjana memang belum bisa menjamin bisa mendapatkan pekerjaan. Tetapi setidaknya bisa memiliki kesempatan yang sama. Mereka tidak menjadi korban perubahan. Namun, siap bersaing dengan yang lainnya. Itu bisa terwujud dengan kesempatan pendidikan ini. Waktu bertahun-tahun untuk menjalni hukuman tidak terbuang percuma. Berharap mereka mau kuliah selepas keluar dari penjara juga nyaris mustahil. Makanya, kita paksakan selagi masih menjalani hukuman. 

Ini demi masa depan mereka. Masa depan yang masih mungkin bisa diubah. Yang berlalu biarlah berlalu karena sudah tidak bisa diubah. Tetapi, masa depan masih bisa diraih. Melalui pendidikan ini kita berharap bisa membantu merubah masa depan para narapidana tersebut. Biarpun mereka pernah melakukan kesalahan, narapidana juga manusia. Mereka juga warga kita. Warga Kota Madiun yang harus juga berikan perhatian. Kita bantu mereka untuk meraih gelar sarjana dari penjara. Jangan sampai mereka mengulangi kesalahan. Tetapi menjadi pribadi yang lebih baik lagi ke depan. 


Penulis adalah Wali Kota Madiun Drs. H. Maidi, SH, MM, M.Pd