Cabai, Pecel, dan Inflasi



Ruang Satu 


Cabai, Pecel, dan Inflasi


Selama Agustus kemarin, kota kita mengalami deflasi. Ini memang agak berbeda. Biasanya kota kita selalu mengalami inflasi. Bahkan pernah tertinggi kedua di Jawa Timur. Tetapi kali ini berbeda. Pun, tidak hanya Kota Madiun yang mengalami deflasi ini. Dari delapan kabupaten/kota penghitung inflasi nasional di Jawa Timur, tujuh daerah tercatata mengalami deflasi. Satu-satunya daerah yang mengalami inflasi adalah Surabaya. Kota Madiun tercatat mengalami deflasi sebesar 0,42 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 110,38. Setidaknya begitu data yang saya terima dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Madiun.

Artinya, barang-barang kebutuhan sedang berlimpah saat ini. Harga jualnya secara otomatis juga turun. Ini memang baik bagi konsumen. Tetapi kalau daya beli konsumen rendah, bisa jadi masalah. Barang semakin banyak di pasaran namun tak laku. Korbannya, jelas para penjual. Juga para petani jika itu produk pertanian. Inflasi dan deflasi ini memang hal biasa selama berada dalam batas normalnya. Inflasi yang terlalu tinggi juga bisa menurunkan daya beli masyarakat. Sebab, semua jadi mahal. Kalau berlangsung lama, bisa jadi resesi dan terjun ke jurang krisis ekonomi. 

Inflasi dan deflasi di Kota Madiun ini banyak disumbang dari kelompok makanan dan minuman. Wajar, kota kita memang kota kuliner. Bidang perdagangan menjadi penopangnya. Sayangnya, kita bukan daerah penghasil barang. Karenanya, inflasi dan deflasi ini seringkali dipengaruhi kiriman barang dari daerah lain. Cabai misalnya. Tanaman yang satu ini memang sering menjadi primadona penyebab inflasi maupun deflasi di Kota Pendekar. Saat menjelang lebaran lalu, cabai jadi salah satu penyumbang terbesar inflasi di kota kita. Saat kondisi deflasi ini, lagi-lagi cabai juga turut andil didalamnya. 

Deflasi di Kota Madiun dipicu karena adanya penurunan harga pada kelompok makanan, minum, dan tembakau sebesar 2,72 persen. Memang ada kelompok pemicu lainnya. Tapi kelompok ini penyumbang terbesar. Dari tiga itu, subkelompok makanan mengalami deflasi sebesar 3,63 persen. Nah, komoditas yang dominan memicu deflasi pada kelompok ini antara lain cabai rawit dengan

andil -0,23 persen. Komoditas lainnya seperti bawang merah dengan andil -0,21 persen, minyak goreng -0,15 persen, dan daging ayam ras -0,11 persen. Tak salah jika menempatkan cabai rawit sebagai primadonanya. 

Saat ini memang masih musim kemarau. Hasil panen tanaman cabai tengah bagus. Tapi biasanya akan terjadi penurunan produksi saat musim penghujan. Banyak cabai yang busuk. Produksi cabai yang sedikit ini biasanya memicu inflasi. Mengapa cabai jadi komoditas yang cukup berpengaruh di Kota Madiun? Pecel jawabannya. Tak bisa dipungkiri cabai merupakan salah satu bahan utama menu pecel bisa tersaji. Terutama untuk sambal kacangnya. Tak heran, kalau kebutuhan cabai di Kota Madiun cukup besar. Tatkala terjadi perubahan pada komoditas cabai ini, langsung berpengaruh cukup signifikan. 

Apalagi, kita masih bergantung pada kiriman dari daerah lain. Karenanya, saya ingin lebih mandiri. Kota kita memang tidak punya banyak lahan pertanian. Tetapi kalau lahan yang ada dimaksimalkan, ketergantungan ini bisa sedikit berkurang. Kita punya Lahan Sawah Dilindungi (LSD) sebesar 497 hektar berdasar hasil verifikasi terakhir. Saya ingin luasan itu sebagian dipergunakan untuk tanaman pendukung pecel. Harapan saya, bisa separuh dari lahan yang ada. Mulai cabai, kacang, dan sayuran. Khususnya cabai. Kalaupun kiriman cabai dari daerah lain berkurang, kebutuhan masih bisa ditutup dari hasil cabai petani lokal Kota Madiun.

Dengan begitu, harga cabai tetap stabil karena stoknya normal. Harga cabai ini berpengaruh besar terkait harga makanan pecel. Penjual pecel kita seringkali dilema saat cabai mahal. Menaikkan harga bisa berpengaruh pada daya beli masyarakat. Tidak menaikkan harga, siap-siap merugi. Atau paling tidak keuntungan berkurang drastis. Ini harus disikapi. Jangan lagi hanya bergantung pada kiriman daerah lain. Kita harus mandiri. 

Paling tidak kita mulai dari lahan produktif aset pemerintah. Petani yang menyewa kita beri harga lebih rendah. Tetapi harus ditanami cabai, kacang, atau sayuran. Bukan padi. Bukan juga tebu. Produksi padi sudah cukup melimpah dari daerah sekitar. Begitu juga tebu sebagai bahan baku gula. Beras dan gula juga bukan pemicu utama inflasi maupun deflasi. Kalaupun jadi pemicu pasti tak lama. Sebab, Bulog akan langsung turun menstabilkan harga melalui operasi pasar. Artinya, sudah ada solusinya. Tetapi cabai dan ubo rampe pecel lainnya merupakan komoditas vital kota kita. Harus juga segera kita carikan formulanya. 


Penulis adalah Wali Kota Madiun Drs. H. Maidi, SH, MM, M.Pd