Sesuaikan Aturan Pusat, Eksekutif-Legislatif Mulai Bahas Tiga Raperda Lewat Rapat Paripurna




MADIUN – Jalannya dunia usaha wajib berdasarkan aturan. Karenanya, aturan yang sudah tidak relevan wajib dilakukan perbaruan. Pembahasan pun kembali dilakukan eksekutif dan legislatif melalui rapat paripurna, Rabu (15/11).

Setidaknya, rapat paripurna dengan agena penyampaian nota penjelasan Wali Kota Madiun tersebut langsung membahas tiga peraturan daerah. Dua di antaranya perbaruan perda yang sudah berjalan. Yakni, Perda 6/2007 tentang izin rumah kos dan pemondokan dan Perda 4/2012 tentang usaha pariwisata. Satu lainnya merupakan aturan baru. Yaitu, Raperda tentang pengelolaan sampah.

Wali kota menyampaikan perubahan dua Raperda tersebut penting dilakukan. Sebab, sudah banyak poin yang tidak relevan dengan kondisi saat ini. Aturan, lanjut wali kota, memang harus mengikuti kondisi dan situasi. Tak heran, diperlukan perubahan-perubahan.

‘’Yang jelas, kan ada aturan baru, ada UU baru dari pusat. Maka daerah harus menyesuaikan. Aturan lama tidak bisa dilanjutkan karena ada perubahan di tataran pusat,’’ kata wali kota usai Penyampaian Nota Penjelasan Wali Kota Madiun atas tiga Raperda Kota Madiun Tahap IV Tahun 2023 di Gedung Paripurna.
Aturan, lanjut wali kota, memang harus tegak lurus dengan pemerintah pusat. Aturan di daerah wajib menyesuaikan. Karenanya, dilakukan pembahasan ulang sejumlah Perda. Tak terkecuali Perda tentang izin rumah kos dan pemondokan maupun Perda terkait usaha pariwisata. Selain itu, kedua Perda memang sudah cukup lama dan butuh penyesuaian.

Perda izin rumah kos misalnya. Perda tersebut disahkan pada 2007 silam. Artinya, sudah 16 tahun yang lalu. Kondisi saat ini tentu sudah jauh berbeda. Karenanya, diperlukan penyesuaian-penyesuaian. Begitu juga dengan Perda tentang usaha pariwisata. Perda tersebut sudah lebih dari sepuluh tahun. Wali kota berharap pembahasan bisa menghasilkan aturan yang lebih sesuai dengan kondisi saat ini.

‘’Ada banyak keuntungan yang didapat masyarakat. Misalnya usaha kos dengan jumlah kamar tertentu tidak kita kenakan pajak. Misalnya, lima kamar. Kalau di bawah lima kamar kita bebaskan pajak. Untuk batasannya, ini yang sedang kita bahas,’’ ujarnya.

Namun, wali kota juga berharap masyarakat sebagai pengguna juga tidak dirugikan. Artinya, mereka yang menyewa harus mendapatkan pelayanan dan fasilitas sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Wali kota tak ingin pelaku usaha rumah kos memberikan pelayanan yang seadanya tetapi mematok harga yang cukup tinggi.

‘’Yang menyewa harus mendapatkan pelayanan dan fasilitas sesuai uang yang dikeluarkan untuk menyewa. Jangan hanya sekedarnya. Standarnya harus disesuaikan,’’ tegasnya. (rams/agi/diskominfo)