Toleransi Luar Biasa Warga Kita
Ruang Satu
Masyarakat Kota Madiun masyarakat yang memegang teguh toleransi beragama. Itu bukan hanya era sekarang. Tetapi sudah terbentuk sejak era nenek moyang. Mereka bisa hidup berdampingan biarpun berbeda kepercayaan. Buktinya masih ada hingga sekarang. Kota kita memiliki sejumlah tempat ibadah beberapa agama yang masih terjaga hingga kini. Kalau mereka tidak memiliki toleransi yang tinggi, mungkin tempat-tempat ibadah itu hanya tinggal kenangan. Toleransi itu harus terus kita jaga sebagai generasi penerus bangsa.
Di kota kita ada masjid Kuncen yang disinyalir sudah ada sejak tahun 1.500 an. Masjid itu masih ada hingga saat ini. Bahkan, semakin kita percantik. Ada sebuah menara yang kita resmikan beberapa waktu. Tingginya mencapai 18 meter dengan anggaran Rp 1,3 miliar lebih. Pembangunan menara tidak meninggalkan konsep cagar budaya. Bahkan, untuk desain sudah kita konsultasikan dengan ahli dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan. Masjid Kuncen memang masuk bangunan cagar budaya. Tak heran, menara bisa menyatu dengan desain masjid kuno tersebut.
Di kompleks masjid yang bernama Nur Hidayatulloh itu juga terdapat makam para bupati-bupati Madiun terdahulu. Salah satunya adalah Ronggo Jumeno. Tidak hanya itu, di sekitaran masjid juga terdapat beberapa peninggalan benda-benda bersejarah. Tak heran, masjid merupakan salah satu tempat wisata religi di Kota Pendekar. Hal itu semakin diperlengkap dengan adanya Sendang Kuncen. Kawasan sendang juga sudah kita rehab. Saat ini sudah jauh lebih menarik. Kawasan itu siap menerima wisatawan.
Kemudian kita juga punya Masjid Kuno Taman. Masjid ini sudah ada sejak 1754 silam. Di komplek makam masjid ini bersemayam sejumlah tokoh penting Madiun. Seperti Raden Ronggo Prawirodirjo I atau Raden Ronggo Prawiro Sentiko yang menjadi bupati brang wetan Gunung Lawu sekitar tahun 1755 hingga 1784. Kemudian, ada Raden Ronggo Prawirodirjo II yang menjabat Bupati Madiun di tahun 1784 hingga 1797. Selain itu ada juga makam Raden Ronggo Prawirodirjo II merupakan kakek dari Raden Ronggo Prawirodiningrat dan Raden Bagoes Sentot Prawirodirdjo panglima perang Pangeran Diponegoro, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Di agama lain, kota kita punya Gereja Santo Cornelius yang berada di Jalan Pahlawan Kelurahan Pangongangan, Manguharjo. Ini juga gereja tua. Tempat ibadah umat Katolik itu dibangun pada tahun 1899. Seperti diketahui, Kota Madiun dulunya tempat bermukim orang-orang kolonial. Mereka juga membawa misi penyebaran agama. Tak heran, jika kemudian ada gereja tua di kota kita. Kemudian kita juga punya Klenteng Hwie Ing Kong di Jalan Cokroaminoto. Pembangunan klenteng ini dimulai 1887 dan selesai 1897. Sekali lagi, sejumlah tempat ibadah itu masih terawat dengan baik hingga kini.
Sikap toleransi luar biasa para pendahulu ini patut untuk terus kita jaga. Mereka ratusan tahun yang lalu bisa hidup berdampingan biarpun berbeda keyakinan. Ini merupakan sebuah warisan sekaligus pembelajaran berharga untuk kita. Setiap agama memiliki hari besar agama masing-masing. Mari kita saling menghargai dan menghormati agar yang merayakan bisa menjalankan ibadah dengan tenang. Yang sedang merayakan ya juga sewajarnya. Tidak perlu meminta dihormati berlebihan. Ini agar kita senantiasa bisa berjalan beringingan seperti yang sudah dicontohkan pendahulu kita dulu.
Dalam perayaan Ramadan kali ini, saya memang mengeluarkan peraturan wali kota (perwal) 5/2024. Di dalamnya terdapat terkait aturan operasional tempat hiburan malam (THM) saat Ramadan. Ya, saya memang melarang THM melayani tamu ataupun konsumennya sepanjang bulan suci ini. Namun, hal ini tidak perlu dibesar-besarkan. Kebijakan ini sudah kita jalankan setiap kali Ramadan. Artinya, ini bukan kebijakan baru. Saya rasa ini adil. Para pengelola THM sudah buka selama sebelas bulan lamanya. Tutup selama satu bulan harusnya bukan permasalahan besar.
THM ini bukan hanya tempat karaoke. Tetapi juga tempat diskotik, biliar, permainan ketangkasan elektronik, warung internet (warnet) game online, dan kegiatan yang dipandang dapat menimbulkan kerumunan serta keresahan masyarakat. Penutupan ini dimulai 9 Maret hingga 14 April 2024 mendatang. Saya berharap pengelola mengikuti kebijakan ini. Prinsipnya untuk menghormati bulan suci Ramadan. Kalau ada nekat, akan berurusan dengan petugas kita. Satpol PP kita akan memantau. Jika ada yang melanggar, maka kita tidak akan segan-segan memberikan tindakan tegas. Ini demi kebaikan semua.
Saat ini sudah tidak lagi pendemi Covid-19. Tetapi sudah pada masa endemi. Karenanya, untuk pelaksanaan ibadah juga sudah lebih leluasa kini. Tidak ada penerapan jarak atau larangan menggunakan karpet. Masyarakat yang melaksanakan ibadah dipersilahkan seperti pada era sebelum Covid-19. Begitu juga terkait kebijakan tempat makan. Setiap pengelola restoran, rumah makan, kafe, dan hotel bisa menyediakan tempat dan layanan makan di tempat untuk kegiatan buka puasa bersama. Di sisi lain, pengelola tempat makan juga diminta untuk memasang tirai penutup dari pagi hingga menjelang waktu berbuka.
Seperti yang saya katakan di atas, yang tengah melaksanakan ibadah juga harus menghormati yang sedang tidak melaksanakan ibadah. Salah satunya, terkait penerapan penggunaan pengeras suara. Saya menegaskan agar setiap pengurus masjid dan musala mematuhi pedoman penggunaan pengeras suara sesuai dengan SE Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022. Pengeras suara luar hanya pada saat azan. Selebihnya, menggunakan pengeras suara dalam. Prinsipnya saling menghormati dan menghargai.
Kota kita sudah baik. Sudah menjunjung tinggi toleransi sejak dahulu. Ini harus kita jaga. Harus kita tingkatkan. Jangan yang sudah baik ini malah dirusak. Prinsipnya saling menghormati dan menghargai. Masyarakat juga harus senantiasa waspada dan tidak mudah terprovokasi. Apalgi, era saat ini informasi mudah sekali dihembuskan. Tidak menutup kemungkinan ada materi berisi provokasi yang disebarluaskan. Baik melalui media sosial maupun media mainstream dari kelompok radikal atau intoleran. Mencegah ini merupakan tanggung jawab kita bersama. Mari kita jaga kota ini dari segala potensi yang bisa merugikan kita semua. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi masyarakat Kota Madiun yang menjalankan.
Penulis adalah Wali Kota Madiun, Dr. Drs. H. Maidi, SH, MM, M.Pd